Nama :
Leni Marlinah
Npm :
1A111408
Kelas :
5 KA 32
Tugas :
Makalah kebudayaan suku Minangkabau (Sumatera Barat)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk
yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh sistem
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan manusia dalam proses belajar (Koentjaraningrat).
Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan
Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan
pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau,
Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama islam pada umumnya
terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut.
Adat Minangkabau pada dasarnya sama
seperti adat pada suku-suku lain, tetapi dengan beberapa perbedaan atau
kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan karena masyarakat
Minang sudah menganut sistem garis keturunan menurut Ibu, matrilinial, sejak
kedatangannya di wilayah Minangkabau sekarang ini. Kekhasan lain yang sangat
penting ialah bahwa adat Minang merata dipakai oleh setiap orang di seluruh
pelosok nagari dan tidak menjadi adat para bangsawan dan raja-raja saja. Setiap
individu terikat dan terlibat dengan adat, hampir semua laki-laki dewasa
menyandang gelar adat, dan semua hubungan kekerabatan diatur secara adat.
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang kita dapat
merumuskan masalah :
1)
Bagaimana sistem
religi di minangkabau?
2)
Bagaimana sistem
organisasi masyarakat minangkabau?
3)
Bagaimana sistem pengetahuan dan teknologi
masyarakat minangkabau?
4)
Bagaimana sistem
bahasa masyarakat minangkabau?
5)
Bagaimana sistem
kesenian masyarakat minangkabau?
6)
Bagaimana sistem
mata pencaharian masyarakat minangkabau?
1.3
Tujuan
Dari rumusan
masalah kita dapat mengetahui tujuan :
1)
Untuk mengetahui
bagaimana sistem religi di minangkabau
2)
Untuk mengetahui
bagaimana sistem organisasi masyarakat minangkabau
3)
Untuk mengetahui
bagaimana sistem pengetahuan dan teknologi masyarakat minangkabau
4)
Untuk mengetahui bagaimana
sistem bahasa masyarakat minangkabau
5)
Untuk mengetahui
bagaimana sistem kesenian masyarakat minangkabau
6)
Untuk mengetahui bagaimana sistem mata pencaharian
masyarakat minangkabau
BAB II
PEMBAHASAN
Kebudayaan Minang
Budaya Minangkabau adalah sebuah
budaya yang berkembang di Minangkabau serta daerah rantau Minang. Budaya Minangkabau
merupakan salah satu dari dua kebudayaan besar di Nusantara yang sangat
menonjol dan berpengaruh. Budaya ini memiliki sifat egaliter, demokratis, dan
sintetik. Hal ini menjadi anti-tesis bagi kebudayaan besar lainnya, yakni
Budaya Jawa yang bersifat feodal dan sinkretik. Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan
Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan
pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau,
Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama Islam pada umumnya
terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut.
Gambar 1.
Kebudayaan minang
2.1
Sistem religi atau
keagamaan di Minangkabau
Kedatangan para reformis Islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18, telah
menghapus adat budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Budaya menyabung
ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam pesta-pesta adat
masyarakat Minang. Para ulama yang dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin,
dan Tuanku Nan Renceh mendesak kaum adat untuk mengubah pandangan budaya Minang
yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya animisme dan Hindu-Budha, untuk berkiblat
kepada syariat Islam.
Reformasi budaya di Minangkabau
terjadi setelah perang Paderi yang berakhir pada
tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim
ulama, tokoh adat, dan cadiak pandai (cerdik pandai). Mereka bersepakat
untuk mendasarkan adat budaya Minang pada syariah Islam. Hal ini tertuang dalam
adagium Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat
mamakai (Adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan kepada Al-Quran). Sejak reformasi
budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan pengembangan manusia di
Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga sejak itu, setiap
kampung atau jorong di Minangkabau memiliki masjid, disamping surau
yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau yang beranjak
dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain belajar mengaji,
mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela diri pencak silat.
2.2
Sistem Organisasi Masyarakat
1.
Sistem Kelarasan
Koto Piliang
2.
Sistem Kelarasan
Bodi Caniago
3.
Sistem Kelarasan
Panjang
Dalam pola pewarisan adat dan harta, suku
Minang menganut pola matrilineal yang mana hal ini
sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia yang menganut pola patrilineal. Terdapat
kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola pewarisan yang diajarkan oleh agama Islam yang menjadi
anutan orang Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan suku Minang, dikenalah
harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan
harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu, sedangkan harta
pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan secara faraidh
berdasarkan hukum Islam.
o
Sistem Kelarasan Koto Piliang
Sistem adat ini merupakan gagasan
adat yang digariskan oleh Datuk Ketumanggungan. Ciri yang menonjol dari adat Koto Piliang adalah
otokrasi atau kepemimpinan menurut garis keturunan yang dalam istilah adat
disebut sebagai "menetes dari langit, bertangga naik, berjenjang
turun" Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di daerah Tanah Datar dan sekitarnya. Ciri-ciri rumah gadangnya adalah
berlantai dengan ketinggian bertingkat-tingkat.
o
Sistem Kelarasan Bodi Caniago
Sistem adat ini merupakan gagasan
adat yang digariskan oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang. Sistem adatnya merupakan antitesis terhadap
sistem adat Koto Piliang dengan menganut paham demokrasi yang dalam istilah
adat disebut sebagai "yang membersit dari bumi, duduk sama rendah, berdiri
sama tinggi". Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di daerah Lima Puluh Kota. Cirinya tampak pada lantai rumah gadang yang
rata.
o
Sistem Kelarasan Panjang
Sistem ini digagas oleh adik
laki-laki dari dua tokoh di atas yang bernama Mambang Sutan Datuk Suri Dirajo
nan Bamego-mego. Dalam adatnya dipantangkang pernikahan dalam negara yang sama.
Sistem ini banyak dianut oleh luhak Agam dan
sekitarnya.Namun dewasa ini semua sistem adat di atas sudah
diterapkan secara bersamaan dan tidak dikotomis lagi.
2.3
Sistem Pengetahuan dan teknologi
Masyarakat akademik adalah
masyarakat yang dalam berbagai kegiatan sosial budayanya menggunakan berbagai
macam penanda keilmuan, misalnya;penggunaan angka-angka, dan penggunaan
bahasa.Dan menurut kajian sosiologi, disebutkan bahwa masyarakat demikian
adalah masyarakat yang berpikir pragmatis, egaliter dan metropolis.Artinya,
mereka terbuka menerima sesuatu yang baru tanpa kehilangan identitas dirinya. Berdasarkan kajian sosio-lingustik dan sosiologi
tersebut, masyarakat Minangkabau secara umum dapat dikatakan
sebagai masyarakat akademis.
Beberapa indikasi untuk itu adalah sebagai berikut :
Beberapa indikasi untuk itu adalah sebagai berikut :
1)
Penggunaan angka-angka.
Angka-angka bagi masyarakat Minangkabau
tidak hanya sebagai penghitung dan pembatas sebuah bilangan atau penjumlahan, tetapi sekaligus
juga sebagai pembedamyang satu dengan yang lain.Orang Minang mengenal sistim perimbangan dengan
angka-angka yang genap; dua, empat, delapan, duapuluh dstnya.Bilangan empat
merupakan perimbangan antara dua dan dua. Hal ini banyak ditemukan dalam sistem adat dan
bahasa yang mereka pakai sampai sekarang; koto nan ampek (untuk tempat), urang
nan ampek (untuk fungsi manusia), kato nan ampek (untuk bahasa dan hukum),
indak tahu dinan ampek (untuk etika dan moral), sahabat nan ampek (untuk agama),
langkah ampek (untuk silat), pakok ampek (untuk musik, saluang), dan banyak
lagi.Sesuatu yang empat terdiri dari suatu keseimbangan 2 dan 2. Siang dan malam
akan berimbang dan pagi dan sore.Hilir dan mudik berimbang dengan ateh dan baruah.
2)
Dalam penggunaan bahasa
Dalam sistim komunikasi,
diplomasi, perundingan dan pembicaraan umum,masyarakat Minangkabau lebih
mementingkan kesamaan pengertian untuk setiap kata (vocabulary). Mereka menyadari,
bila pengertian untuk satu kata berbeda untuk masing-masing pihak yang sedang
berkomunikasi apalagi dalam suatu perundingan, akan dapat menyebabkan
kesalahan-kesalahan pengertian, maksud dan tujuan. Hal semacam itu dapat disimak dalam pidato-pidato
adat atau pasambahan. Setiap kata selalu diberikan batasan yang jelas. Seperti misalnya,
orang Minang tidak mengenal kata biru dalam kamus bahasanya, mereka mengenal
kata hijau.
Untuk biru laut, mereka harus menjelaskan dengan sebutan “ijau lauik”, hijau seperti warna laut, ijau daun (untuk warna daun), ijau pucuak (untuk warna hijau muda), dsbnya. Memberikan batasan yang jelas terhadap suatu kata, dalam kehidupan masyarakat modern ditemukan saat mereka menyiapkan naskah perundang-undangan, perjanjian-perjianjian, pernyataan-pernyataan, kertas kerja ilmiah,
Untuk biru laut, mereka harus menjelaskan dengan sebutan “ijau lauik”, hijau seperti warna laut, ijau daun (untuk warna daun), ijau pucuak (untuk warna hijau muda), dsbnya. Memberikan batasan yang jelas terhadap suatu kata, dalam kehidupan masyarakat modern ditemukan saat mereka menyiapkan naskah perundang-undangan, perjanjian-perjianjian, pernyataan-pernyataan, kertas kerja ilmiah,
2.4
Sistem sosial
Selain dua faktor di atas, masih ada beberapa kondisi sosial masyarakat
Minang yang mempercepat mereka menyerap dan mengembangkan pengetahuan, ilmu dan
teknologi. Sejarah telah mengantarkan informasi yang sangat berharga sekali kepada
kita. Orang Minang adalah masyarakat yang sangat mementingkan informasi. Selalu mereka
bertanya kepada seseorang yang datang .Bagaimana khabar. Bukan sapaan; alah
makan. Dalam sejarahnya, masyarakat Minangkabau dikenal sebagai masyarakat yang
lebih dulu mengenal dan menerbitkan surat kabar di Indonesia. Surat kabar
terbanyak yang terbit di Indonesia, adalah di Minangkabau.
Begitu juga penerbitan
buku-buku.Pembuatan senjata dan mesiu, merupakan home industri terbesar
Minangkabau . Catatan Raffles terhadap masyarakat di pedalaman Minangkabau terhadap hal ini dapat
dipelajari kembali. Menghancurkan home industri inilah yang pertama dilakukan Belanda sebelum
mereka merajalela di Minangkabau.
Begitu juga dengan adanya institusi
merantau, telah menyebabkan orang Minang menjadi sangat terbuka, menerima berbagai
perkembangan keilmuan. Karenanya, sampai sekarang “rantau” bagi orang Minang adalah “jembatan”
bagi mereka untuk menyalurkan berbagai ilmu dan pengetahuan bagi masyarakatnya
yang berada di negerinya (nagari). Dari apa yang dibentangkan seperti di atas dapat dijadikan sebagai
indikator bahwa masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang “sesungguhnya”
adalah masyarakat yang selalu berjalan di depan dalam menyerap dan
pengembangkan pengetahuan, ilmu dan teknologi.
2.5
Bahasa
Bahasa Minangkabau merupakan salah satu anak cabang
bahasa Austronesia. Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa
Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada yang menganggap bahasa yang
dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya
kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya, sementara yang lain justru
beranggapan bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu
serta ada juga yang menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa proto-Melayu.
Selain itu dalam masyarakat penutur bahasa Minang itu sendiri juga sudah
terdapat berbagai macam dialek bergantung kepada daerahnya masing-masing.
Pengaruh bahasa lain yang diserap ke dalam Bahasa Minang
umumnya dari Sanskerta, Arab,
Tamil,
dan Persia.
Kemudian kosakata Sanskerta dan Tamil yang dijumpai pada beberapa prasasti
di Minangkabau telah ditulis menggunakan bermacam aksara di antaranya Dewanagari,
Pallawa,
dan Kawi.
Menguatnya Islam
yang diterima secara luas juga mendorong masyarakatnya menggunakan Abjad Jawi
dalam penulisan sebelum berganti dengan Alfabet Latin.
Meskipun memiliki bahasa sendiri orang Minang juga
menggunakan Bahasa Melayu dan kemudian bahasa Indonesia
secara meluas. Historiografi tradisional orang Minang, Tambo
Minangkabau, ditulis dalam bahasa Melayu dan merupakan bagian sastra Melayu
atau sastra Indonesia lama. Suku Minangkabau menolak
penggunaan bahasa Minangkabau untuk keperluan pengajaran di sekolah-sekolah.
Bahasa Melayu yang dipengaruhi baik secara tata bahasa maupun kosakata oleh bahasa Arab
telah digunakan untuk pengajaran agama Islam. Pidato di sekolah agama juga
menggunakan bahasa Melayu. Pada awal abad ke-20 sekolah Melayu yang didirikan
pemerintah Hindia Belanda di wilayah Minangkabau
mengajarkan ragam bahasa Melayu Riau, yang dianggap sebagai bahasa standar dan
juga digunakan di wilayah Johor, Malaya. Namun kenyataannya bahasa yang
digunakan oleh sekolah-sekolah Belanda ini adalah ragam yang terpengaruh oleh
bahasa Minangkabau.
Guru-guru dan penulis Minangkabau berperan penting dalam
pembinaan bahasa Melayu Tinggi. Banyak guru-guru bahasa Melayu berasal dari
Minangkabau, dan sekolah di Bukittinggi merupakan salah satu pusat pembentukan bahasa
Melayu formal. Dalam masa diterimanya bahasa Melayu Balai Pustaka,
orang-orang Minangkabau menjadi percaya bahwa mereka adalah penjaga kemurnian
bahasa yang kemudian menjadi bahasa Indonesia itu.
2.6
Kesenian
Masyarakat Minangkabau memiliki
berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian yang biasa ditampilkan
dalam pesta adat maupun perkawinan. Di antara tari-tarian tersebut misalnya tari pasambahan merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai
ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang
baru saja sampai, selanjutnya tari piring merupakan bentuk
tarian dengan gerak cepat dari para penarinya sambil memegang piring pada
telapak tangan masing-masing, yang diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh talempong dan saluang.
Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional khas
suku ini yang sudah berkembang sejak lama. Selain itu, adapula tarian yang
bercampur dengan silek yang disebut dengan randai. Randai biasa
diiringi dengan nyanyian atau disebut juga dengan sijobang, dalam randai ini
juga terdapat seni peran (acting) berdasarkan skenario.
Di samping itu, Minangkabau juga
menonjol dalam seni berkata-kata. Ada tiga genre seni berkata-kata, yaitu pasambahan
(persembahan), indang, dan salawat dulang. Seni berkata-kata atau bersilat
lidah, lebih mengedepankan kata sindiran, kiasan, ibarat, alegori, metafora, dan aphorisme. Dalam seni
berkata-kata seseorang diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga
diri, tanpa menggunakan senjata dan kontak fisik. Selanjutnya, alat musik dan makanan khas yang dimiliki oleh
Minangkabau yaitu saluang dan sate padang .
Gambar 2. Kesenian dan makanan khas Minangkabu
2.7
Sistem Mata Pencaharian
Orang Minangkabau sangat menonjol di bidang perniagaan,
sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari
tradisi tua Kerajaan Melayu dan Sriwijaya
yang gemar berdagang dan dinamis. Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota
masyarakat ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim
di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya. Di luar wilayah Indonesia, etnis Minang banyak
terdapat di Negeri Sembilan, Malaysia dan Singapura
Gambar 3. Penjualan songket
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kebudayaan minang memiliki ragam budaya yang memiliki
potensi besar bagi kekayaan kebudayaan Indonesia. Orang melayu umumnya diidenditaskan sebagai
orang yang tinggal di tanah melayu, beragama islam, dan melaksanakan adat
istiadat melayu, namun sebenarnya melayu sendiri ibarat rumah yang di isi oleh
berbagai macam penghuni dengan berbagai macam jenis pandangan hidup pula dan
tidak harus orang yang mendiami daerah melayu. Dikarenakan dalam perkembangan
zaman melayu memiliki berbagai macam versi. Namun keanekaragaman yang ada dapat
memberi warna baru bagi kekayaan
kebudayaan Indonesia yang perlu ketahui dan kita lestarikan.
3.2
Saran
Keaekaragaman
kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan melayu harus senantiasa kita jaga dan
kita lestarikan, mulai dari memperkenalkan kebudayaan-kebudayaan kepada
tiap-tiap generasi diantaranya melalui pendidikan kebudayaan Indonesia. Perlu diadakannya penelitian lanjut mengenai kebudayaan Indonesia terutama
kebudayaan minang, untuk mengetahui seluk beluk sejarah dan perkembangan
kebudayaannya.
Daftar Pustaka
Koetjaraningrat. 2000, Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan ke-8
Jakarta: Rineka Cipta.
http://id.wikipedia.org/wiki/orang_minang
http://id.wikipedia.org/wiki/budaya_minangkabau